Kedua
perasaan ini dimiliki semua makhluk di planet bumi ini, tak peduli kaya
atau miskin, berkuasa atau rakyat jelata, laki-laki atau perempuan,
gendut atau langsing, vegetarian atau pemakan segala, beragama atau
tidak, dan oleh semua yang bertentangan yang bisa disebutkan.
Biasanya,
kita memiliki rasa cinta dulu dan ketika cinta itu bermasalah tumbuhlah
benci. Sangat jarang terjadi awalnya benci kemudian berganti cinta.
Tapi,
dari dialog yang terjadi antara Musa dan Tuhan berikut ini, mungkin
pemahaman kita tentang cinta dan benci perlu direkonstruksi...
Tuhan: "Hai Musa, adakah kamu beramal karena AKU dengan amal yang sempurna?"
Musa: "Tuhanku, aku telah shalat (bersembahyang) karenaMu, berpuasa karenaMu, bersedekah karenaMu, bersujud dan memuji kepadaMu, membaca kitabMu, dan zikir kepadaMu."
Musa: "Tuhanku, aku telah shalat (bersembahyang) karenaMu, berpuasa karenaMu, bersedekah karenaMu, bersujud dan memuji kepadaMu, membaca kitabMu, dan zikir kepadaMu."
Tuhan: "Hai Musa, dengan shalat
kamu mendapat tanda, dengan puasa kamu mendapat perisai, dengan sedekah
kamu mendapat perlindungan, dengan tasbih kamu mendapat naungan di
surga, dengan membaca kitabKu kamu mendapat penghiburan dan dengan zikir
kamu mendapat nur (cahaya). Lalu dengan amal manakah kamu beramal
untukKu?"
Musa: "Tunjukkanlah aku ya Tuhanku amal apa yang dapat aku lakukan untukMu?"
Tuhan: "Apakah kamu pernah mengasihi waliKu karena Aku? Dan apakah kamu pernah memusuhi musuhKu karena Aku?"
Dan Musa mengerti bahwa sesungguhnya amal yang paling tinggi adalah mencintai dan membenci hanya karena Allah.
Maka,
jika cinta demikian membutakan, pernahkah kita tanyakan pada diri kita
sendiri apakah kita telah mencintai seseorang karena Allah atau hanya
karena nafsu? Atau jika benci demikian membakar, pernahkah kita tanyakan
pada diri kita sendiri apakah kita telah membenci seseorang karena
Allah atau hanya karena nafsu?
Sumber dari "Dibalik Ketajaman Mata Hati " by Al Ghazali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar